19.8.10

Apakah kota kita butuh gerakan mandi 9 gayung ?

Hari ini panas terik kembali melanda kota ku tinggal , sama seperti hari hari kemarin, untuk yang sedang berpuasa ini merupakan tantangan tersendiri , bersyukur masih diijinkan untuk menyegarkan badan dengan cara yang tidak membuat batal, yaitu mandi di siang hari.
Bahkan saya yang tidak puasa pun bisa membayangkan segarnya siraman air mampu memberi semangat baru untuk menjalani setengah hari lagi.

Masalahnya entah kenapa dalam 6 bulan terakhir ini pasokan air bersih di rumah kami mulai tersendat....
, Ayah kami dulu membuat sumur dan memasang pompa air, bertahun-tahun air mengalir dengan lancar , 2 bulan ini tampak butir-butir pasir dan kerikil memenuhi bak mandi kami.. "Apakah yang terjadi gerangan" dalam benakku berfikir mungkin jumlah air dalam sumur kami telah menipis.. Kemarin adikku menepis anggapan itu dengan mencoba memikirkan ide lain yaitu Pompa Air rumah kami yang telah rusak. "Bisa dua-duanya" kembali aku berfikir... . Hari ini kurasakan kelangkaan air di rumah Bapak Ibu ini..
Mencoba membuka-buka informasi di Internet, ternyata memang kota-kota  sudah menjadi masalah utama tentang air ( jangan ditanya kalo kota Jakarta ) , di kota kota yang dekat dengan laut sendiri diperparah Intrusi Air Laut dalam bentuk Rob semakin memperkeruh masalah air yang sudah lama keruh..

 disamping kiri adalah contoh gambar dimana kita demi alasan kepraktisan dan ekonomis akan menggunakan sumur ARTESIS, hal ini cukup bijak asal , disamping kanan-kiri kita memang ada DAERAH RESAPAN , yaitu sabuk hijau
 pepohonan, bila tidak ada maka tebak sendiri yang terjadi.
Air dalam tanah habis dan tidak ada air pengganti yang masuk karena lingkungan pohon dan tanah telah jadi gedung beton.

dari segala macam ilmu tanah dan air dan tehnologi untuk menembus lapisan air lebih dalam memang akan mampu mendapatkan air lagi, namun pertanyaannya "Sampai berapa lama?"
kelak tanpa adanya sistem penyerapan air yang asri ( ditandai dengan keseimbangan pohon, tanah resapan, daerah pemukiman dan aliran air yang lancar ) , maka semua ini akan menjadi pemborosan luar biasa dan 1 hal yang lebih berbahaya adalah penurunan tanah setiap tahunnya yang dipicu oleh penurunan permukaan air tanah .

Mm jika mengingat ini maka saya semakin merasa bersalah jika pernah memboros-boroskan pemakaian air dirumah walau dalam hati membela diri bahwa di rumah kami ada 4 pohon besar dan lebih dari 10 meter tanah sengaja tidak disemen untuk tempat penyerapan air. " Mm tapi mungkin memang belum cukup" karena kami tidak tahu apakah sumur-sumur tetangga juga menyedot pada sumber yang sama dengan serapan air seadanya

Sebuah artikel yang dibuat Prof Dr Nur Syam MSi http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=1021 tentang penghematan air menjadi inspirasi buat saya siang ini, petikannya sebagai berikut :                       

GERAKAN MANDI SEMBILAN GAYUNG

Ada cerita menarik yang disampaikan oleh Pendeta Simon Filantropa dalam seminar sehari tentang “Membangun Kerukunan di tengah Keragaman”, di Aula Universitas Bhayangkara, dengan Ibu-ibu Muslimat, Senin, 29/03/2010.  Beliau mengungkapkan tentang pentingnya melakukan gerakan mandi yang lebih irit, tidak memubadzirkan air.  Yaitu Gerakan Mandi Sembilan Gayung.
Tentu saja tidak perlu filsafat yang rumit mengapa harus mandi hanya dengan sembilan gayung. Ukurannya adalah tiga  gayung untuk membasahi seluruh tubuh, tiga kali untuk membersihkan badan dari sabun atau lainnya dan tiga 
                                            gayung untuk membilas agar tubuh menjadi bersih.

Ada logika yang sangat sederhana, yaitu semakin banyak penduduk tentu semakin banyak kebutuhan air. Dengan jumlah penduduk dunia yang semakin banyak maka kebutuhan akan air bersih juga akan semakin banyak. Demikian pula di Indonesia dan kota-kota besarnya. Kebutuhan akan air bersih berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk.

Salah satu problem yang dihadapi oleh masyarakat modern di dunia ini adalah tentang kelangkaan sumber daya air.  Sesungguhnya, pemerintah dan masyarakat sudah sangat menyadari tentang semakin langkanya sumber daya air. Mereka menyadari bahwa ancaman bencana kelangkaan sumber daya air tidak kalah mengkhawatirkan bagi setiap masyarakat, khususnya yang tinggal di perkotaan. Di sisi lain, melakukan ekploitasai secara besar-besaran terhadap air tanah tentunya tidak hanya mengakibatkan terjadinya kelangkaan air, tetapi juga mengakibatkan penurunan permukaan tanah, yang akan berakibat terhadap masuknya air laut.

Semakin meningkatnya jumlah penduduk yang akan menyebabkan semakin banyaknya kebutuhan akan air, tentu harus diikuti dengan perubahan perilaku tentang air. Jika masyarakat masih berperilaku memubadzirkan air, dengan mandi tanpa batas gayungnya, maka pemenuhan akan air  bersih yang dikelola oleh PDAM tentu akan terus bermasalah. Sebab antara kebutuhan air bersih dengan kebutuhan pemakainya selalu tidak seimbang.Perilaku mubadzir atau berlebih-lebihan dilarang oleh semua agama. Semua teks agama mengajarkan agar manusia berperilaku yang wajar, termasuk dalam memanfaatkan sumber daya air. Oleh karena itu, Gerakan Mandi Sembilan Gayung rasanya menjadi sangat rasional di tengah kebutuhan air yang terus meningkat di era sekarang dan masa datang.

Jadi begitulah awal mula saya membuat tulisan ini, berawal dari belum mandinya saya pagi ini : ) , dan berakhir dengan sebuah artikel menarik yang saya baca dan saya petik sebagian disini, " Mm.. sembilan gayung " dalam hati saya berkata "Gimana ya kalau sabunnya belum bersih :( ". tapi memang berharga untuk dipraktekkan, jika saya belum mampu memberikan sumbangsih ide atau kerjabakti bobol kota : ) , yah setidaknya saya sudah mulai melakukannya dari diri saya sendiri.  " Menghemat air " 
untuk masa depan Semarang juga

Tidak ada komentar: