28.3.13

Part 1 - Seorang Wanita Berhati Surga - True Story by Yuniar Khairani

etsy.com

( Original script can be read in Wonder Women - Tias Tatanka , dkk - Glitzy Book Publishing 2012 )

Lima belas tahun yang lalu
Sebut saja namanya Mbak Ginuk. Dia adalah seorang penjual ayam goreng yg berkeliling dari rumah ke rumah, mulai dari pk 10 pagi setiap hari selain dari minggu. Wanita itu berjalan menuntun sepeda buntutnya, dengan keranjang berisi ayam goreng dalam kardus, dan berteriak, " Ayam gor-reeng!" setiap sepuluh detik sekali.

Mbak Ginuk tak pernah menaiki sepedanya. Tadinya aku mengira wanita itu sengaja menuntun sepedanya agar tak ada seorangpun terlewat saat dia sedang menawarkan dagangannya , atau takut keranjangnya yang berat dikanan kiri terjatuh tanpa disadarinya, atau berbagai alasan lain yang mirip dengan alasan yang kupikirkan. Tetapi aku keliru ....

Mbak Ginuk ternyata tetap menuntun sepedanya saat sore hari, ketika keranjang di kanan dan kirinya telah kosong dan dagangannya telah habis terjual. Dengan penasaran aku menanyakan sebuah pertanyaan usil padanya, setelah membeli separuh ayam goreng, dambal dan lalapan dalam kotak kardus berwarna putih. " Mbak ginuk nggak capek nuntun sepeda ke mana-mana ? Kenapa nggak dinaiki saja ? kalau pulang jualan keranjangnya kan sudah kosong. Disuruh nuntun terus ya sama dukunnya? " godaku.

Mbak Ginuk terkekeh. Wanita itu menatapku dengan mata kanannya yang terpicing, bukan sengaja memicingkan mata padaku. melainkan mata kanannya memang terpicing sejak dia masih bayi, begitu katanya. " Mbak Niar ini lucu. Masa disuruh sama dukun? Orang Islam seharusnya nndak boleh pergi ke dukun lo Mbak. "
" Nah. lalu kenapa kok dituntun terus?" tanyaku penasaran.
Mbak Ginuk tertawa dengan wajah memerah. Saat tertawa, mata kanannya benar benar hanya tampak seperti sebuah garis. " Saya nggak bisa naik sepeda mbak, Mbak, jadi kemana-mana ya harus dituntun begini. "
Oh. Aku tersenyum geli. geli campur haru.
Tahu akan hal itu, aku jadi lebih sering memaksa Ibu membeli ayam gorengnya. Tak apa. Ayamnya juga enak kok.. Mbak Ginuk memasaknya dengan bumbu yang meresap hingga ke tulang. Kalah, deh Ayam Goreng merek Pak Kolonel dari Amerika itu.

Mbak Ginuk memiliki seorang anak laki-laki berumur delapan tahun. Setiap kali ada yang menanyakan tentang anaknya, mata wanita itu bersinar bangga saat menjawabnya. Kurasa itu wajar Anak lelakinya adalah anak yang baik, patuh dan sangat menyayanginya. Aku pernah mendengar Mbak Ginuk bercerita pada Ibu kalau anak lelakinya yang mengeroki punggungnya jika dia kelelahan dan masuk angin.

Untuk anaknya jga kurasa, Mbak Ginuk bekerja keras. Mbak Ginuk tak bisa mengandalkan suaminya karena pria itu sering meninggalkan rumah begitu saja dan pulang tanpa membawa uang.

Bapaknya tole itu masih berusaha mencari pekerjaan, jadi saya harus prihatin dulu," ucapnya dengan suara lembut yang riang seperti biasanya. Tak sedikitpun tampak kekesalan di wajahnya.

Mbak Ginuk adalah salah satu orang tersabar yang pernah kukenal. Dia tidak keberatan dengan tingkat keprihatinan yang barang kali sulit dijalankan oleh orang lain. Pernah suatu hari dia harus kehilangan kotak kotak ayam gorengnya di tempat parkir depan pasar saat mengantarkan pesanan. Saat kembalidan mengetahui ayamnya telah menghilang, dia hanya memejamkan mata sejenak untuk menghilangkan amarah dan berhasil meyakinkan dirinya sendiri bahwa ada seseorang yang jauh lebih membutuhkan ayam goreng itu dibandingkan dirinya.

Subhanallah! kata Ibu, aku jelas harus belajar banyak dari ceritanya, mengingat aku bisa saja kehilangan kesebaran hanya karena lauk dimeja makan keduluan diambil orang lain.

Sampai suatu hari Mbak Ginuk tak lewat lagi. Dia tak pernah lagi berkeliling dari rumah ke rumah, tak pernah menuntun sepedanya, bahkan tidak juga merski tanpa sepedanya. Dia tak kelihatan sama sekali.

Aku bertanya pada Ibu. Namun, Ibu sama saja sepertiku, tak tahu. Seminggu menjadi dua minggu, kemudian tak terasa menjadi sebulan. Setelah lewat sebulan, Ibu mendengar sebuah kabar tentang Mbak Ginuk dan menceritakannay padaku.

"Apa?"tanyaku terkejut.
"Itu benar," bisik ibuku.
Oh. Aku mengerutkan kening. Sedih dan gusar.

Mbak Ginuk tak berkeliling untuk berjualan karena masuk rumah sakit. Matanya bengkak dan bola matanya hampir keluar, tulang pipinya retak, dan gigi depannya rontok dua buah.
Bukan, bukan mata mata kanannya yang bengkak, melainkan mata kirinya, hingga kini dia kesulitan melihat. Tulang pipi dan giginya ahrus dirawat dokter , meski kata dokter gigi Mbak Ginuk harus merelakan dua giginya hilang sebelum waktunya. Semua terjadi karena suaminya. Pukulan suaminya

to be continued ( bersambung ) .... Part 2 

( pembaca bila ingin mengkoleksi buku ini bisa langsung mencarinya di toko buku terdekat atau ke gramedia , info lebih lanjut bisa membuka link berikut :  http://www.gramedia.com/book )





 


Tidak ada komentar: