28.10.11

Dilema Guru di Negeri Sumpah Pemuda berbudaya Mall

Edited  and enriched  by me based on Original Script by Darmaningtyas in " Pendidikan rusak-rusakan"

Jika memperhatikan visi kehidupan yang dibangun sejak generasi anak anak menjelang remaja dan dimasa masa sekolah dasar dan menengah  ( usia SD-SMP-SMA )  adalah masa emas dimana karakter seorang remaja dan pemuda kelak terbentuk ....  disinilah kesempatan mendapatkan pendidikan dari guru, ternyata tantangannya tidak mudah... guru guru sekarang memang pintar mengajar, namun belum tentu pintar mendidik


Bagaimana guru bisa berperan dalam mengubah kelemahan kelemahan pada remaja dan pemuda menjadi kekuatan di masa depan ? itulah tugas yang mulia bagi seorang guru... tapi juga teramat berat.

contohnya disatu sisi guru harus menanamkan kesederhanaan, kejujuran, keterbukaan dan konsistensi, tapi
disisi lain budaya mall penuh dengan  manipulasi, kepura puraan, kemewahan dan kontradiktif. Disatu sisi guru harus mengajarkan kreatifitas, sportifitas dan kemandirian tetapi disisi lain budaya mall memberikan kebudayaan, jalan pintas dan serba instan.

Di satu sisi guru harus mengajarkan berkompetensi secara sehat, disisi lain budaya mall memperkenalkan budaya santai dan konkow-konkow.

Jurang yang lebar antara kenyataan dengan nilai nilai ideal itu akan menjadi masalah tersendiri bagi para guru terlebih bila kesenjangan itu diperlebar oleh peran media massa khususnya televisi yang semakin kuat dan cenderung menciptakan mimpi mimpi indah di benak remaja atau terkadang budaya kekerasan dan kebencian yang menarik untuk terus ditayangkan ..

peran guru semakin tersisih bila tidak mampu mengisi ruang ruang kosong yang sekarang coba diisi oleh media televisi maupun media massa lainnya termasuk jejaring sosial, peran penting guru seperti mengajarkan nilai nilai kebenaran, kejujuran, percaya diri. profesionalisme, konsistensi, kerendahan hati dan nasionalisme menghormati persatuan dalam kebhinekaan tunggal ika, bayangkan bila seorang guru agama secara tidak sadar sudah menanamkan kebencian pada perbedaan agama saat menjelaskan secara sepihak dan menghakimi tentang kepercayaan agama lain..


"bayangkan bila seorang guru secara tidak sadar sudah menanamkan kebencian pada perbedaan agama saat menjelaskan secara menghakimi tentang kepercayaan agama lain.. "
 Fungsi guru untuk mengajarkan kebenaran dan kejujuran itu sangat penting, jika kita melihat para remaja kita, rasanya sulit menumbuhkan kepercayaan diri yang tingi dan kejujuran pada remaja jikalau mereka sendiri sang guru tidak menghargai kebenaran dan tidak pernah jujur pada dirinya sendiri.


Sikap tekun dan konsisten juga sikap kerendahan hati sangat diperlukan dalam kehidupan berdemokrasi , sebab tanpa adanya konsistensi orang menjadi plin plan, sulit dipercaya sehingga kelak bagi pemuda yang kelak menjadi seorang pemimpin mungkin akan juga dijadikan panutan bagi rakyatnya

Hal yang sama kalau orang tidak memiliki kerendahan hati, karena orang seperti itu tidak bersedia mendengar dan menghargai pendapat orang lain, oleh sebab ini kedua sikap ini pun menjadi tugas guru yang amat penting.

Poin yang ke empat adalah Sikap Asketisme, apakah itu sikap " esketisme ", ini berbeda dengan sikap skeptis dan ini jga bukan budaya mengisolasi diri dari kemajuan jaman, bukan... bukan itu.

Esketisme ini adalah suatu sikap yang diperlukan agar para remaja untuk sejenak dapat mengambil jarak dari keramaian dunia untuk kemudian belajar lebih tekun, pada satu waktu di masa kehidupan pembelajarannya maka penting bagi setiap remaja dan pemuda untuk mengambil jarak dari ruang pergaulan mereka yang penuh dengan keramaian, hiruk pikuk , material dan manipulatif.

karena sulit belajar kejujuran dan ketekunan hidup bila sudah terlanjur terjun didalam pangung-pangung sandiwara hidup hedonis seperti itu, bagaikan sinetron perebutan warisan diantara anak anak yang sudah kaya dan terus dipertontokan segala amarah, tipu menipu dan kemewahan hidup yang sebenarnya bukan hal yang penting untuk ditonton.. apalagi dijadikan teladan ( role model ) secara tidak sadar. Dari panggung dunia yang semacam itu sulit mengharapkan lahirnya orang orang yang berjiwa demokrat, profesional, rendah hati, toleran, terbuka sekaligus kreatif.

pendidikankritis.files.wordpress.com
Mengajak remaja mengambil jarak dari keramaian dunia untuk sejenak belajar secara sungguh-sungsuh merupakan tugas guru yang amat berat untuk masa sekarang, tapi fungsi dan tugas guru itu tidak bisa dihindari jika kita mengharapkan remaja memiliki kontribusi yang besar bagi perubahan kehidupan di masa depan.

Untuk mewujudkan idealisme ini tentu membutuhkan guru guru berhati guru, artinya seorang yang mendidik tentu paham benar proses pendidikan adalah pembelajaran bagi seorang guru seumur hidup sampai seorang guru mencapai titik menjadi  resi ( maha guru ).

Hanya guru guru yang masih mau terus belajar, terbuka untuk dikritik dan selalu membuka dialog dengan murid saja yang akan mencapai tingkat kematangan tertentu dan mampu menjalankan peran seorang resi, yaitu selalu bertugas mewartakan kebenaran dan mengajarkan kearifan, kejujuran dan kesejukan hati kepada setiap orang yang bersedia mendengarnya

dan tentu saja guru resi Indonesia adalah guru yang mencintai Indonesia, kebhinekaan Indonesia, tetap setia dalam keyakinan pribadinya tapi tidak pernah mengajarkan kebencian kepada murid muridnya akan perbedaan yang terlihat dalam kebhinekaan Indonesia ini.

Hidup pemuda Indonesia , hidup Guru Pemuda Indonesia
Selamat Sumpah pemuda bagi calon guru dan para guru Indonesia

referensi :

Darmaningtyas, Pendidikan Rusak Rusakan. Peneribit LKIS 2005 ;

Dalam sub bab. Peran seorang resi halaman 196 - 205 buku ini







Link Blog lain yang disarankan untuk dibaca adalah :
1. http://indonesiaartnews.or.id/artikeldetil.php?id=98
2. http://pujiatisari.wordpress.com/2011/01/27/guru-umar-bakri-kini-dan-akan-datang/?like=1&_wpnonce=eed0a2fb94

2 komentar:

DewiFatma mengatakan...

Mungkin karena itu makanya banyak pelajar yang tawuran, merusak kampus sendiri dll. Karena tidak dididik dengan benerkah?

Knowledger80 mengatakan...

iya mbak dewi... bisa tidak bisa iya.. jika ingat masa masa muda kita ( he2 bila sekarang sudah merasa tua ) ada begitu banyak energi namnn tidak semuanya bisa punya tempat .. sulit mencari lapangan sekedar untuk bermain bola , harus turun ke jalan , rebutan kalau perlu... jika ada lapangan seperti futsal.ada pun perlu sewa... anak anak muda yang berbakat bingung mencari tempat , dan tidak ada yang membina mereka .. tidak ada yang peduli.. sehingga anak anak muda ini "mungkin" terpaksa menggunakan they own way .. to be Heard